Fisika Terapan - Kamera Televisi
MAKALAH
FISIKA
TERAPAN
“Kamera
Televisi”
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika Terapan
Dibimbing
Oleh Sudirman S,Pd
DISUSUN
OLEH :
KHUSILA ZULHADI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA SEMESTER IV
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS
SAMAWA (UNSA) SUMBAWA BESAR
2013/2014
KATA
PENGANTAR
Puja dan
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya ,
sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kamera Televisi” ini dengan
lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen mata kuliah Fisika
Terapan.
Kami harap dengan
membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat
menambah wawasan kita mengenai pengaruh
kamera televisi terhadap mahasiswa dan
masyarakat, dan juga untuk memotivasi diri untuk penerapan dalam
kehidupan sehari-hari, atau mahasiswa maupun masyarakat dapat mengambil sisi
positif dan tidak melakukan hal-hal yang bersifat negatif.
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih memiliki
kekurangan, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun untuk perbaikan makalah kami.
Penyusun
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perkembangan Pesawat
Pemancar dan Penerima TV
Televisi
adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang berfungsi sebagai penerima
siaran gambar bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom (hitam-putih)
maupun berwarna. Kata "televisi" merupakan gabungan dari kata tele
("jauh") dari bahasa Yunani dan visio ("penglihatan") dari
bahasa Latin, sehingga televisi dapat diartikan sebagai “alat komunikasi jarak
jauh yang menggunakan media visual/penglihatan.” Penggunaan kata
"Televisi" sendiri juga dapat merujuk kepada "kotak
televisi", "acara televisi", ataupun "transmisi
televisi". Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena
penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia. Di Indonesia 'televisi' secara
tidak formal sering disebut dengan TV (dibaca: tivi, teve ataupun tipi.)
Pada
saat industri dan teknologi pesawat radio menjadi mapan, para peneliti dibidang
elektronika sibuk mencari temuan-temuan baru dibidang tersebut, yaitu televisi.
Gagasan pemancaran dan penerimaan siaran televisi untuk pertama kali muncul
dalam cerita fiksi ilmiah dalam tahun 1880-an. Dalam tahun 1884 seorang
peneliti Jerman yang
bernama
Paul Nipkow mengembangkan sebuah teknologi yang disebut teknologi cakram berputar (rotating-disc
technology) untuk mengirimkan gambar melalui kabel. Pada tahun 1888, peneliti bernama Freidrich
Reinitzeer, ahli botani Austria, menemukan cairan kristal (liquid crystals),
yang kelak menjadi bahan baku pembuatan LCD. tapi ini belum diterapkan pada
saat itu. Teknologi ini mendominasi tahun-tahun awal
penelitian tentang televisi, tetapi kemudian mulai ditinggalkan karena dianggap
tidak praktis. Pesawat televisi elektronik pertama muncul setelah tahun 1927,
yaitu ketika seorang peneliti berkebangsaan Amerika yang bernama Philo T. Farnsworth
mengembangkan tabung “dissector”.
Dalam tahun 1928 drama televisi pertama ditayangkan
melalui pemancar eksperimen di Schenectady, New York. Selama kurun waktu tahun
1930-an Sarnoff yang kemudian menjadi presiden perusahaan RCA mengembangkan
teknologi televisi. Pada saat itu ia mengangkat seorang ahli fisika
Berkebangsaan Amerika keturunan Rusia yang bernama Vladimir Zworykin untuk
melanjutkan penelitian dan perbaikan kamera televisi. Pesawat 7 televisi
pertama yang berhasil dibuat adalah pesawat TV hitam putih dan berukuran 13 cm
(kira-kira 5 inci). Perkembangan teknologi pesawat TV hampir terhenti pada awal
tahun 1940-an karena adanya perang dunia kedua.
Sebelum kita mempelajari prinsip
kerja penerima TV, ada baiknya mengetahui sedikit tentang perjalanan objek
gambar yang biasa kita lihat dilayar TV. Gambar yang kita lihat adalah hasil
produksi dari sebuah kamera. Objek gambar yang ditangkap lensa kamera akan
dipisahkan menjadi tiga warna primer yaitu merah (Red) ,
hijau (Green) , dan biru (Blue). Hasil tersebut
akan dipancarkan oleh pemancar TV (Transmitter) berupa sinyal
krominan, sinyal luminan dan sinkronisasi.
Selain
gambar, pemancar televisi juga membawa sinyal suara yang ditransmisikan bernama
sinyal gambar. Gambar dipancarkan dengan system amplitudo modulasi (AM),
sedangkan suara dengan frekuensi modulasi (FM). Kedua sistem ini digunakan
untuk menghindari derau (noise) dan interferensi. Kedua sinyal
informasi diatas dimodulasikan dengan RF Carrier dan
dipancarkan ke angkasa melalui antena. Setelah perang dunia
kedua selesai, teknologi televisi berkembang dengan pesat sampai tahun 1948.
Pada saat itu ruang frekuensi untuk pemancar televisi pada gelombang VHF (very
high frequency, untuk gelombang 2-13(174 - 230 MHz) ) mulai penuh, sehingga
para peneliti harus mencari jalan keluar untuk masalah ini. Kemudian pada tahun
1952 disepakati bahwa tambahan ruang frekuensi untuk pemancar televisi dibuka
pada jalur gelombang UHF (Ultra High Frequency, untuk gelombang 14-83(470 - 862 MHz)).
Pada tahun 2000-an, masing-masing
jenis teknologi layar semakin disempurnakan. Baik LCD, Plasma maupun CRT terus
mengeluarkan produk terakhir yang lebih sempurna dari sebelumnya. Pada tahun 2008
dan seterusnya, menyusul perkembangan televisi digital di negara-negara Amerika
dan Eropa, Indonesia juga akan menerapkan sistem penyiaran Televisi digital
(Digital Television/DTV) adalah jenis TV yang menggunakan Modulasi digital dan
sistem kompresi untuk menyebarluaskan video, audio, dan signal data ke pesawat
televisi.
Ada tiga sistem pemancar TV di dunia, yaitu :
a). National Television System Committee (NTSC)
digunakan di USA.
b). Phases Alternating Line (PAL) digunakan
di Inggris.
c). Sequential Couleur a’Memorie (SECAM)
digunakan di Prancis.
Indonesia menggunakan sistem PAL B.
Hal yang membedakan sistem tersebut adalah format gambar, jarak frekuensi
pembawa gambar dan pembawa suara
B.
Perbedaan TV analog dengan digital
Transisi dari pesawat televisi analog menjadi pesawat televisi digital membutuhkan penggantian perangkat pemancar televisi dan penerima siaran televisi. Agar dapat menerima penyiaran analog, diperlukan pesawat TV digital.
Namun, jika ingin tetap menggunakan pesawat penerima televisi analog, penyiaran digital dapat ditangkap dengan alat tambahan yang disebut rangkaian konverter (Set Top Box). Sinyal siaran digital diubah oleh rangkaian konverter menjadi sinyal analog, dengan demikian pengguna pesawat penerima televisi analog tetap bisa menikmati siaran televisi digital. Dengan cara ini secara perlahan-lahan akan beralih ke teknologi siaran TV digital tanpa terputus layanan siaran yang digunakan selama ini.
Proses transisi yang berjalan secara perlahan dapat meminimalkan risiko kerugian terutama yang dihadapi oleh operator televisi dan masyarakat. Resiko tersebut antara lain berupa informasi mengenai program siaran dan perangkat tambahan yang harus dipasang tersebut. Sebelum masyarakat mampu mengganti televisi analognya menjadi televisi digital, masyarakat menerima siaran analog dari pemancar televisi yang menyiarkan siaran televisi digital.
Bagi operator televisi, risiko kerugian berasal dari biaya membangun infrastruktur televisi digital terestrial yang relatif jauh lebih mahal dibandingkan dengan membangun infrastruktur televisi analog. Operator televisi dapat memanfaatkan infrastruktur penyiaran yang telah dibangunnya selama ini seperti studio, bangunan, sumber daya manusia dan lain sebagainya.
Apabila operator televisi dapat menerapkan pola kerja dengan calon penyelenggara TV digital. Penerapan pola kerja dengan calon penyelenggara digital pada akhirnya menyebabkan operator televisi tidak dihadapkan pada risiko yang berlebihan. Di kemudian hari, penyelenggara penyiaran televisi digital dapat dibedakan ke dalam dua posisi yaitu menjadi penyedia jaringan, serta penyedia isi.
Perbedaan TV Digital dan TV Analog hanyalah perbedaan pada sistim tranmisi pancarannya.
- TV analog : dengan cara memodulasikannya langsung pada Frekwensi Carrier
- TV digital : data gambar atau suara dikodekan dalam mode digital (diskret) baru di pancarkan
- Jika TV analog signalnya lemah (semisal problem pada antena) maka gambar yang diterima akan banyak ‘semut’.
- Pada
TV digital yang terjadi adalah bukan ‘semut’ melainkan gambar yang lengket
seperti kalau kita menonton VCD yang rusak.
- Jika
pada TV analog satu pemancar dengan pemancar lainnya harus dengan frekwensi
berbeda.
- Jika dengan mode Digital, satu frekwensi bisa memancarkan banyak siaran TV.
- Jika dengan mode Digital, satu frekwensi bisa memancarkan banyak siaran TV.
C.
Prinsip Pembentukan Gambar Pada Pesawat Penerima
Televisi.
Gambar
pada pesawat televisi dibentuk oleh sebuah pola kumpulan titik-titik yang
bersatu untuk membentuk sebuah gambar yang lengkap. Titik-titik tersebut muncul
pada layar televisi satu demi satu dalam selang waktu yang sangat singkat
(frekuensi yang sangat tinggi). Pemcahan gambar menjadi deretan titik-titik
kecil ini dilaksanakan melalui sebuah teknik yaitu “scanning” (penyapuan). Mata
dari scanner menyapu sebuah gambar secara keseluruhan dalam cara yang sama
seperti mata seorang pembaca melihat halaman buku, kata demi kata, baris demi
baris. Scanner tersebut membangkitkan sinyal listrik yang sebanding dengan
kecerahan titik-titik yang di “scan”. Bermacam-macam jenis teknik Scanning
(baik secara mekanik maupun elektronik) telah banyak dicoba dan diterapakan
dalam pengembangan teknologi televisi ini. Hampir semua pesawat televisi
modern
menggunakan berkas elektron sebagai scanner. Kelebihan scanning dengan berkas
elektron ini adalah bahwa berkas elektron tersebut dapat digerakan dengan
kecepatan (frekuensi) yang sangat tinggi dan dapat menyapu (men-“scan”) sebuah
gambar secara keseluruhan dalam waktu yang sangat singkat. Bentuk yang
disederhanakan dari lintasan berkas elektron dalam menyapu gambar secara keseluruhan.
Garis lurus yang utuh menyatakan lintasan berkas elektron di atas permukaan
gambar dan garis putus-putus menyatatakan perioda “flyback” atau “retrace”. Selama
perioda ini berkas elektron dihapus.
Proses scanning sebenarnya yang terjadi
dalam pesawat televisi melibatkan sejumlah besar garis-garis horizontal.Sebuah
scanning yang lengkap menghasilkan sebuah pola gambar diam yang mirip dengan
sebuah frame gambar film bergerak. Jika sebuah pola gambar diulang ratusan kali
per detik maka pola gambar itu akan tampak bergerak secara halus (tidak
terpotong-potong). Makin banyak jumlah garis horizontal yang digunakan dalam
sebuah pesawat televisi makin baik tampilan gambar yang ditunjukkan oleh
pesawat televisi itu. Dalam sebuah pesawat televisi, frekuensi pengulangan
sebuah gambar dan jumlah garis scanning yang digunakan harus di standarisasi
untuk setiap sistem yang digunakan di suatu negara untuk pemancar dan penerima.
Sebagai contoh, di Amerika serikat, pemancar dan penerima menggunakan standar
jumlah garis sebanyak 525 garis horizontal per frame dan dengan frekuensi 30
frame per detik. Dengan cara yang sama, jumlah elemen gambar dalam setiap garis
horizontal dibatasi oleh frekuensi gelombang (“chanel”) sampai 330 elemen per garis.
Hasilnya adalah sebuah gambar (bayangan) yang 9 terdiri atas 173.000 elemen
untuk sebuah “frame”; Elemen-elemen ini diulang 30 kali per detik (dengan
frekuensi 30 Hz) untuk menghasilkan 7 juta elemen gambar yang terpancar per
detik.
Komentar
Posting Komentar