Teknik Penulisan Karya Ilmiah - Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Siswa Berfikir Kreatif Di SMA Negeri 1 Utan
MAKALAH
Tehnik Penulisan Karya Ilmiah
Pengaruh Pembelajaran Berbasis
Masalah Terhadap Kemampuan Siswa Berfikir Kreatif di SMA Negeri 1 Utan
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Akhir Semester Pada Mata Kuliah Tehnik Penulisan Karya Ilmiah
Disusun Oleh
KHUSILA ZULHADI
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SAMAWA SUMBAWA BESAR
2014
KATA
PENGANTAR
Puja dan puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayahnya, salawat serta salam kepada junjungan kami dan alam beserta isinya,
Nabi Besar Muhammad SAW dan keluarga beserta sahabat-sahabat yang telah
berjuang membawa kemuliaan kedunia yang terang dan penuh dengan kemudahan
seperti sekarang ini, sehingga kami dapat menyelsaikan kewajiban kami sebagai
mahasiswa/i yaitu tugas MK Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas juga yaitu sebagai syarat
penilaian tugas dan sekaligus menilai kemampuan mahasiswa/i dalam menguasai
kompetensi-kompetensi yang harus dicapai selama mengikuti MK ini.
Isi dari pada makalah
ini adalah disusun dari berbagai referensi yang relevan seperti buku dan
internet.
Ucapan terima kasih tak
lupa kami sampaikan kepada dosen pembimbing yang telah membimbing kita selama
mengikuti MK Tehnik Penulisan Karya Iliah, membantu kami memecahan
kesulitan-kesulitan ketika belajar. Dan ucapan terima kasih kepada teman-teman
fisika V-A yang telah membantu memberikan referensi yang sesuai.
Kami menyadari dalam
pembuatan makalah ini terdapat
kekurangan-kekurangan baik dari segi sistematika penulisan maupun isi dari pada
makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
dosen dan juga teman-teman demi perbaikan makalah – makalah yang selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Sekian dari kami
penyusun, kami ucapkan terima kasih.
Sumbawa
Besar, Januari 2014
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
“Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan pesrta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang (UU RI No.2 1990, Bab 1 pasal 1 butir)”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan
berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan
(ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian yaitu proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Ki Hajar Dewantara, sebagai Tokoh
Pendidikan Nasional Indonesia, peletak dasar yang kuat pendidkan nasional yang
progresif untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang merumuskan
pengertian pendidikan sebagai berikut :
Pendidikan
umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan
batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak
boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan
hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras
dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14)
Dalam era globalisasi
pada bidang fisika adalah fakta pada kehidupan para siswa, pengembangan
kemampuan dalam bidang sains khususnya bidang fisika merupakan salah satu kunci
keberhasilan peningkatan kemampuan dalam beradaptasi terhadap perubahan dan
memasuki dunia teknologi dan informasi untuk kepentingan social, ekonomi, dan
lingkungan, siswa perlu dibekali dengan kompetensi yang memadai.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terdapat
tiga aspek penting yang harus diperhatikan yaitu, afektif (sikap), psikomotor
(keterampilan), dan kognitif (kemampuan). Dalam ranah afektif, kita akan
berbicara mengenai sikap, semangat, toleransi, tanggung jawab, dan lain-lain.
Dalam ranah psikomotor, kita akan berbicara mengenai keterampilan siswa,
misalnya keterampilan berbicara, mengutarakan pendapat, dan menyajikan laporan
(baik lisan maupun tulisan). Dan dalam ranah kognitif kita akan berbicara
mengenai kemampuan-kemampuan yang hendaknya dimiliki siswa, misalnya: kemampuan
pemahaman konsep, kemampuan penalaran dan komunikasi, kemampuan pemecahan
masalah, kemampuan berfikir kritis, kemampuan berfikir reflektif matematis, dan
kemampuan berfikir kreatif.
Hal
ini diperkuat oleh Bayer (dalam Iskandar, 2009: 90) dalam model berpikirnya
yang dikenal sebagai “functional thinking”, menyatakan bahwa:
“Domain kognitif merangkumkan beberapa kedapatan yang terdiri
daripada membuat keputusan (decision making), menyelesaikan masalah (problem
solving) dan membangun konsep (conceptualizing) sebagai tingkat yang
tertinggi. Ini diikuti oleh pemikiran kritis (critical thinking) dan
pemikiran kreatif (creatif thinking) pada tahap sedikit rendah dari yang
pertama”.
Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa berfikir kreatif merupakan salah satu tuntutan yang perlu
dilatih dan dikembangkan dalam proses pembelajaran.
Menurut
model struktur intelek oleh Guilford (dalam Munandar, 2009: 167), “Berfikir
divergen (disebut juga berfikir kreatif) ialah memberikan macam-macam
kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada
keragaman jumlah dan kesesuaian”.
“Proses
berpikir kreatif merupakan suatu proses yang mengkombinasikan berpikir logis
dan berpikir divergen. Berpikir divergen digunakan untuk mencari ide-ide untuk
menyelesaikan masalah sedangkan berpikir logis digunakan untuk memverifikasi
ide-ide tersebut menjadi sebuah penyelesaian yang kreatif” (Yuli, 2004: 4).
Salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan
alternatif agar kemampuan berfikir kreatif siswa dapat terlatih adalah
Pembelajaran Berbasis Masalah. Menurut Riyanto (2010: 285) mengemukakan bahwa
“Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu model pembelajaran yang dirancang
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan suatu masalah”.
Pembelajaran Berbasis Masalah menuntut siswa untuk dapat memecahkan masalah
yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Dengan kata lain, siswa dituntut
untuk berfikir secara kreatif agar dapat memecahkan masalah tersebut.
Menurut
Duch (dalam Riyanto 2010: 285) menyatakan bahwa:
“Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu model
pembelajaran yang menghadapkan pada tantangan ‘belajar untuk belajar’. Siswa
aktif bekerjasama di dalam kelompok untuk mencari solusi permasalahan dunia
nyata. Permasalahan ini sebagai acuan bagi peserta didik untuk merumuskan,
menganalisis, dan memecahkannya.”
Hasil penelitian Eko Purwantoro (2005) menyimpulkan bahwa
Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Penekanan Representatif dapat
meningkatkan hasil belajar, aktivitas siswa dan kemampuan kerjasama dalam
kelompok. Jika aktivitas aktif siswa di suatu kelas tergolong baik, maka
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa.
Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah, guru berperan
mengajukan permasalahan, memberikan dorongan, motivasi dan menyediakan bahan
ajar dan fasilitas yang diperlukan peserta didik untuk memecahkan masalah.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1Apa
yang dimaksud dengan pembelajaran berbasis masalah?
1.2.2
Apa karateristi dari pembelajaran berbasis masaah?
1.2.3
Bagaimana ciri-ciri dari pembelajaran berbasis masalah?
1.2.4
Bagaimana langkah-langkah dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah?
1.3 Tujuan
1.3.1
Mampu mengetahui definisi dari pembelajaran berbasis masalah.
1.3.2
Mengetahui karateristi dari pembelajaran berbasis masaah.
1.3.3
Mengetahui ciri-ciri dari pembelajaran berbasis masalah.
1.3.4
Mengetahui langkah-langkah dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembelajaran
Berbasis Masalah
Menurut
Duch (dalam Riyanto 2010: 285) menyatakan bahwa:
“Pembelajaran
Berbasis Masalah adalah suatu model pembelajaran yang menghadapkan pada
tantangan ‘belajar untuk belajar’. Siswa aktif bekerjasama di dalam kelompok
untuk mencari solusi permasalahan dunia nyata. Permasalahan ini sebagai acuan
bagi peserta didik untuk merumuskan, menganalisis, dan memecahkannya.”
Tan
(dalam Rusman, 2010: 229) mengemukakan bahwa,
“Pembelajaran
Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM
kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja
kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan,
mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara
berkesinambungan.”
2.2
Karateristik
Pembelajaran Berbasis Masalah
Arends
(dalam Riyanto, 2010: 287) mengidentifikasi karakteristik Pembelajaran Berbasis
masalah yakni:
1)
Pengajuan masalah
Langkah awal dari Pembelajaran
Berbasis Masalah adalah mengajukan masalah yang diajukan menghindari jawaban
yang sederhana tetapi memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk
menyelesaikan masalah itu.
2)
Keterkaitan antar disiplin ilmu
Walaupun Pembelajaran Berbasis
Masalah ditujukan pada suatu ilmu bidang tertentu tetapi dalam pemecahan
masalah-masalah aktual, peserta didik dapat menyelidiki dari berbagai ilmu.
3)
Menyelidiki masalah autentik
Peserta didik diharuskan melakukan
penyelidikan autentik untuk menyelesaikan masalah meliputi: menganalisis dan
mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan meramalkan, melaksanakan
eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi (acuan) dan menyimpulkan.
4)
Memamerkan hasil kerja
Model ini membelajarkan peserta
didik untuk menyusun dan memamerkan hasil kerja sesuai kemampuannya.
5)
Kolaborasi
Kerjasama dalam menyelesaikan
tugas-tugas dan meningkatkan temuan dan dialog pengembangan keterampilan
berfikir dan keterampila sosial.
2.3 Langkah-langkah Pembelajaran
Berbasis Masalah
Ibrahim
(dalam Trianto, 2007: 71) mengemukakan langkah-langkah (sintaks) Pembelajaran
Berbasis Masalah, yaitu:
1)
Tahap
I : orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran., Guru menjelaskan
logistik yang dibutuhkan, Mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita
untuk memunculkan masalah, Memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan
masalah yang dipilih.
2)
Tahap
II : mengorganisasi siswa untuk
belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3)
Tahap III : membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
4)
Tahap IV : mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
katya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya.
5)
Tahap
V : menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Prof.
Dr. H. Tukiran Tahiredja (2011: 71) mengemukakan langkah-langkah (sintaks)
Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:
1)Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan.
Memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktifitas pemecahan masalah dipilih.
2)Guru membantu siswa menifinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topic,
tugas, jadwal dll).
3)Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
pengumpulan data, hipotensis pemecahan masalah.
4)Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5)Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
2.4 Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Riyanto (2010: 286)
kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah adalah:
1.
Peserta didik dapat belajar, mengingat, menerapkan, dan melanjutkan proses
belajar secara mandiri. Prinsip-prinsip “membelajarkan” seperti ini tidak bisa
dilayani melalui pembelajaran tradisional yang banyak menekankan pada kemampuan
menghafal.
2.
Peserta didik diperlakukan sebagai pribadi yang dewasa. Perlakuan ini
memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengimplementasikan pengetahuan
atau pengalaman yang dimiliki untuk memecahkan masalah.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas hal yang
dapat saya simpulkan yaitu:
3.1.1 Menurut Duch (dalam Riyanto
2010: 285) menyatakan bahwa:
“Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu model
pembelajaran yang menghadapkan pada tantangan ‘belajar untuk belajar’. Siswa
aktif bekerjasama di dalam kelompok untuk mencari solusi permasalahan dunia
nyata. Permasalahan ini sebagai acuan bagi peserta didik untuk merumuskan,
menganalisis, dan memecahkannya.”
3.1.2
Arends (dalam Riyanto, 2010: 287) mengidentifikasi karakteristik Pembelajaran
Berbasis masalah yakni:
1)
Pengajuan masalah
Langkah awal dari Pembelajaran
Berbasis Masalah adalah mengajukan masalah yang diajukan menghindari jawaban
yang sederhana tetapi memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk
menyelesaikan masalah itu.
2)
Keterkaitan antar disiplin ilmu
Walaupun Pembelajaran Berbasis
Masalah ditujukan pada suatu ilmu bidang tertentu tetapi dalam pemecahan
masalah-masalah aktual, peserta didik dapat menyelidiki dari berbagai ilmu.
3)
Menyelidiki masalah autentik
Peserta didik diharuskan melakukan
penyelidikan autentik untuk menyelesaikan masalah meliputi: menganalisis dan
mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan meramalkan, melaksanakan
eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi (acuan) dan menyimpulkan.
4)
Memamerkan hasil kerja
Model ini membelajarkan peserta
didik untuk menyusun dan memamerkan hasil kerja sesuai kemampuannya.
5)
Kolaborasi
Kerjasama dalam menyelesaikan
tugas-tugas dan meningkatkan temuan dan dialog pengembangan keterampilan
berfikir dan keterampila sosial.
3.1.3 Prof. Dr. H. Tukiran Tahiredja
(2011: 71) mengemukakan langkah-langkah (sintaks) Pembelajaran Berbasis
Masalah, yaitu:
1)Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan.
Memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktifitas pemecahan masalah dipilih.
2)Guru membantu siswa menifinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topic,
tugas, jadwal dll).
3)Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
pengumpulan data, hipotensis pemecahan masalah.
4)Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5)Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Tahiredja, Prof. Dr. H. Tukiran.
2011. Alfabeta. Bandung: Model-model
Pembelajaran Inovatif.
Komentar
Posting Komentar