Telaah Kurikulum Fisika Sekolah - Komponen Komponen Kurikulum
MAKALAH
Komponen-Komponen Kurikulum
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Astronomi Yang Dibimbing Oleh Sudirman,S.Pd.
Disusun Oleh : Kelompok 4
KHUSILA ZULHADI
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SAMAWA SUMBAWA BESAR
TAHUN
AKADEMIK
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengingat pentingnya pendidikan bagi
manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti
kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang
disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan
sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan
lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan
pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama. Seperti yang disampaikan
oleh Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara universal akan
menjangkau tiga jenis nilai utama yaitu:
Autonomy; gives individuals and groups the maximum
awarenes, knowledge, and ability so that they can manage their personal and
collective life to the greatest possible extent.
Equity; enable all citizens to participate in cultural
and economic life by coverring them an equal basic education.
Survival ; permit every nation to
transmit and enrich its cultural heritage over the generation but also guide
education towards mutual understanding and towards what has become a worldwide
realization of common destiny.)
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan komponen kurikulum?
1.2.2
Apa komponen-komponen kurikulum di dalam
pendidikan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Agar mahasiswa/I mampu menjelaskan
definisi dari kumponen-komponen kurikulum.
1.3.2 Agar mahasiswa/I mampu
mengidentifikasi komponen-komponen kurikulum di dalampendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kurikulum
Definisi
kurikulum dari Undang-Undang Nomor 20 tahun2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan bahwa kurikulum adalah” seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu”( pasal 1 butir 19 ).
Selain
definisi tersebut ada beberapa ahli kurikulim merumuskan hal lain terkait
dengan definisi dari kurikulum tersebut, antara lain:
Mc
Donald an Popham mendifinisikan kurikulum adalah sebagai” Statement of
objectives” atau pernyataan tentang tujuan pendidikan, baik tujuan pendidikan
maupun tujuan pembelajaran.Dengan demikian, komponen kurikulum yang paling
penting adalah perlunya tujuan pendidikan yang akan dicapai melalui proses
pembelajaran.
Sailor,
Alexander, dan Lewis (1981) mendefinisikan kurikulum sebagai rencana guru untuk
mengembangkan proses pembelajaran atau instruction. Demikian juga definisi dari
Zais (1917:10) yang menyatakan bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis yang
berisikan berbagai komponen sebagai dasar guru untuk mengembangkan kurikulum.
Dari definisi-definisi tersebut kita akan dapat menganalisis komponen-komponen
kurikulum. Berdasarkan definisi dari Sailor,dkk tersebut komponen kurikulum
yang penting adalah rencana gurun berupa materi pembelajaran yang akan
diajarkan kepada peserta didik.
2.2 Komponen-komponen Kurikulum
Salah
satu fungsi kurikulum ialah sebagai akar untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum
pada dasarnya memiliki komponen-komponen penunjang yang saling berkaitan dan
berintegrasi satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1)
tujuan; (2) materi; (3) strategi, pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan
(5) evaluasi. Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak
bisa dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang
masing-masing komponen tersebut.
2.2.1 Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir
di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan
pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan
dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan
keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan
tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama.
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan
pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”..
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan
pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional
yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang
sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa
tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan
mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan
lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari
setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan
pendidikan.
Berikut ini disampaikan beberapa contoh tujuan
kurikuler yang berkaitan dengan pembelajaran ekonomi, sebagaimana diisyaratkan
dalam Permendiknas No. 23 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar :
2.2.1.1 Tujuan
Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SMP/MTS
Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan
kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan social Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial
dan kemanusiaan Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
2.2.1.2 Tujuan Mata Pelajaran Ekonomi di SMA
Memahami sejumlah konsep ekonomi untuk mengkaitkan
peristiwa dan masalah ekonomi dengan kehidupan sehari-hari, terutama yang
terjadi dilingkungan individu, rumah tangga, masyarakat, dan Negara Menampilkan
sikap ingin tahu terhadap sejumlah konsep ekonomi yang diperlukan untuk
mendalami ilmu ekonomi
Membentuk sikap bijak, rasional dan bertanggungjawab
dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan ilmu ekonomi, manajemen, dan
akuntansi yang bermanfaat bagi diri sendiri, rumah tangga, masyarakat, dan Negara
Membuat keputusan yang bertanggungjawab mengenai nilai-nilai sosial ekonomi
dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional maupun internasional
2.2.1.3 Tujuan
Mata Pelajaran Kewirausahaan pada SMK/MAK
Memahami dunia usaha dalam kehidupan sehari-hari,
terutama yang terjadi di lingkungan masyarakat Berwirausaha dalam bidangnya Menerapkan
perilaku kerja prestatif dalam kehidupannya Mengaktualisasikan sikap dan
perilaku wirausaha.
2.2.1.4 Tujuan
Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SMK/MAK
Memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya Berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan social Berkomitmen
terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan Berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.
Tujuan-tujuan pendidikan mulai dari pendidikan nasional sampai dengan tujuan
mata pelajaran masih bersifat abstrak dan konseptual, oleh karena itu perlu
dioperasionalkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran merupakan tujuan pendidikan yang lebih operasional, yang
hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran.
Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan
dirumuskan lebih bersifat spesifik dan lebih menggambarkan tentang “what
will the student be able to do as result of the teaching that he was unable to
do before” (Rowntree dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 1997). Dengan kata
lain, tujuan pendidikan tingkat operasional ini lebih menggambarkan perubahan
perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses
pembelajaran. Merujuk pada pemikiran Bloom, maka perubahan perilaku tersebut
meliputi perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
2.2.2 Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar
tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah
dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik
(perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran
menjadi hal yang utama.
Dalam hal ini,
materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
2.2.2.1 Teori
seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau
preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang
gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel
dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2.2.2.2 Konsep
suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari
kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau
gejala.
2.2.2.3 Generalisasi
Kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus,
bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
2.2.2.4 Prinsip
Yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang
mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
2.2.2.5 Prosedur
Yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi
pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
2.2.2.6 Fakta
Sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap
penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
2.2.2.7 Istilah
Kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang
diperkenalkan dalam materi.
Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas
suatu uraian atau pendapat.
2.2.2.8 Definisi:
Yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang
suatu hal/kata dalam garis besarnya.
2.2.2.9 Preposisi,
Yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi
pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat
progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan
peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia
peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang
didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas
sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari
masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan
tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan
banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan
diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu
kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi
bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat
dari filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam
menentukan materi pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk
menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat
tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan
fleksibel..
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk
menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya
untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah
teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan
merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan
kontribusi untuk pemahaman ke depan.
Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan
sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non
akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan
keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih
lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan
sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat
kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek
kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta
didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga
memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan
materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997) mengetengahkan tentang sekuens susunan
materi pembelajaran, yaitu :
Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang mengandung struktur materi.
Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran
dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada
yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju
bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens
logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori,
dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan
tertentu yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan
diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
2.2.3 Strategi pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat
dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan
dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki
konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak
dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan
informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan
pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian,
maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru.
Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai
pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai
obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan
teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian
(ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu,
pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru
tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan
progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah
peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan
belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana
cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan
belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan
dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran
melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual,
metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian
dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses
dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi,
simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi.
Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider.
Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan
belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya
untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan
perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan
berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis
teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri
dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi
atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran
teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara
individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk
belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau
media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih
cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan
mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai
dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak
kemungkinan untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran
memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang
merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya
dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai
strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya
secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
2.2.4Organisasi Kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan
kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum.
Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang
terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata
pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak
mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi
diberikan sama.
Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi
kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang
ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna
memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan
beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan
dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata
pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya
dikorelasikan dengan core tersebut.
Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada
kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah,
dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata
pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya
memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau
analisisnya diberikan secara terintegrasi.
Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum
yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
tampaknya lebih cenderung menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik,
yang terbagi ke dalam lima kelompok mata pelajaran, yaitu : (1) kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia; (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian; (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
(4) kelompok mata pelajaran estetika; dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani,
olahraga dan kesehatan
Kelompok-kelompok mata pelajaran tersebut selanjutnya
dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata pelajaran tertentu, yang disesuaikan
dengan jenjang dan jenis sekolah. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan
lokal disediakan mata pelajaran muatan lokal serta untuk kepentingan penyaluran
bakat dan minat peserta didik disediakan kegiatan pengembangan diri.
2.2.5 Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum.
Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa
tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui
kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum
evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students
toward objectives or values of the curriculum”
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi
kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan
ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya
terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility)
program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam
kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of
personnel in charger of it, the capacity of students, the relative importance
of various subject, the degree to which objectives are implemented, the
equipment and materials and so on.”
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya
suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya
evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi
keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem
kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi
adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna
diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll,
dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of
value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity,
diagnostics worth and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada
dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering
mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang
digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi
kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif,
seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain.
Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan,
questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik
untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan
keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat
digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum
dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan
pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan
oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam
memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran,
memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas
pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)
Selanjutnya, Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
mengemukakan tiga pendekatan dalam evaluasi kurikulum, yaitu : (1) pendekatan
penelitian (analisis komparatif); (2) pendekatan obyektif; dan (3) pendekatan
campuran multivariasi.
Di samping itu, terdapat beberapa model evaluasi
kurikulum, diantaranya adalah Model CIPP (Context, Input, Process dan Product)
yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan
lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme
pelaksanaan program itu sendiri.
Evaluasi model
ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi program
dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan
judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan
oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi,
yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi
program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program
pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut
adalah, sebagai berikut :
Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan
dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan,
seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang
ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan
yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan,
seperti : dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf
pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan
sebagainya.
Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi :
pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh
para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup : jangka
pendek dan jangka lebih panjang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hal
yang dapat kami simpulkan antara lain: Definisi kurikulum dari Undang-Undang
Nomor 20 tahun2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa
kurikulum adalah” seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”( pasal 1 butir 19 ). Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1)
tujuan; (2) materi; (3) strategi, pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan
(5) evaluasi. Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak
bisa dipisahkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.rokhim.net/2013/04/komponen-kurikulum.html
Komentar
Posting Komentar