Teknik Penulisan Karya Ilmiah - Penerapan Metode Pembelajaran PBL (Problem Basic Learning) Dengan Mengunakan Metode (STAD) Dan Metode Cooperative Untuk Menigkatkan Berfikir Kritis Siswa Pada Pokok Pembahsan Besaran Dan Satuan Kelas X Semester 1 Sman 4 Sumbawa Tahun Ajaran 2013/2014



MAKALAH

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PBL (problem basic learning) DENGAN MENGUNAKAN METODE (STAD) DAN METODE  COOPERATIV UNTUK MENIGKATKAN  BERFIKIR KRITIS SISWA PADA POKOK PEMBAHSAN BESARAN DAN DAN SATUAN KELAS X SEMESTER 1 SMAN 4 SUMBAWA TAHUN AJARAN 2013/2014 

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah teknik penulisan karya ilmiah
Yang dibimbing oleh ibu Wahyu Wiji Astuti, Mpd.Si



Disusun oleh :
Nama      : Khusila Zulhadi
Npm        : 11.01.03.0496
Prodi       : Fisika V A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DA ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SAMAWA (UNSA)
SUMBAWA BESAR
SEMESTER GANJIL
2013/2014


KATA PENGANTAR

            Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan, kesehatan dan karunianya kepada saya yang tak terhingga jumlahnya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya. Makalah teknik penulisan karya ilmiah ini yang membahas tentang Penerapan metode pembelajaran PBL (program basic learning) dengan mengunakan metode (STAND) dan metode konvensional untuk menigkatkan berfikir kiritis siswa pada pokok pembahasan besaran dan turunan  kelas X semester 1  SMAN 4 sumbawa tahun ajran 2013/2014  sesuai dengan jurusan yang saya ambil yaitu jurusan fisika., tidak lupa saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Wahyu Wiji Astuti selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan kepada saya untuk membuat makalah ini, ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada orang tua dan kakak kandung saya yang telah memberikan fasilitas kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini.
            Pepatah mengatakan “ tak ada gading yang tak retak” sama halnya dengan makalah yang saya buat ini untuk itu saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan, walaupun demikian saya berharap karya tulis ini dapat bermanfaat baik  bagi pembaca maupun bagi masyarakat umum.
           

                                                                                    sumbawa, 3  Januari 2013  




                                                                                                               penulis
                                              
                                                            
                                          



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Pendidikan merupakan instrument amat penting bagi setiap bangsa, khususnya bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan daya saing dalam peraturan politik, ekonomi, hukum, budaya dan pertahanan pada tata kehidupan masyarakat dunia. Selain itu pendidikan merupakan salah satu upaya dalam rangka meningkatkan prestasi sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat menjunjung suksesnya pembangunan. Keberhasilan suatu pembangunan tidak terlepas dari peran serta manusia sebagai pelaksana pembangunan.
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran (Sanjaya, 2006: 1). Salah satu mata pelajaran yang patut diperhatikan dalam hal ini adalah Fisika . Mata pelajaran Fisika  merupakan mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar.
Pada kenyataannya Fisika  sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah untuk dimengerti. Fisika  merupakan ilmu pengetahuan dengan objek kajian yang abstrak. Maksudnya objek yang dipelajari dalam Fisika  adalah abstrak. Objek kajian Fisika  yang abstrak inilah yang merupakan salah satu penyebab sulitnya seorang guru mengajarkan Fisika . Kesulitan tersebut berpengaruh terhadap hasil belajar Fisika  karena siswa menganggap Fisika  merupakan pelajaran yang sulit, tidak menarik, membosankan bahkan menakutkan. Dalam mempelajari Fisika  siswa harus aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Dengan berpartisipasi aktif, siswa akan mengalami, menghayati, dan menarik pelajaran dari aktifitas yang dilakukan, sehingga hasil belajar mengajar tertanam secara lebih mendalam pada diri siswa.
Tujuan umum dari pembelajaran Fisika  adalah berfikir logika, analitis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerja sama. Pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran Fisika  yang artinya sebelum siswa belajar rumus-rumus harus melalui sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang masalahnya bersifat tertutup dan terbuka.
Oleh karena itu, seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa termasuk di dalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran. Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru. Menurut Cooper (dalam Sanjaya, 2006: 14-15) “A teacher is person charged with the responbility of helping others to learn and to behave in new different ways. Itulah sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusus hasil proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keguruan.
Untuk mencapai tujuan diatas dibutuhkan model pembelajaran yang sesuai, salah satunya adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). PBL merupakan suatu pembelajaran yang mempunyai perbedaan dengan pembelajaran pada umumnya. Tujuan dari pembelajaran berbasis masalah adalah menuntut guru memberikan motivasi dan dorongan kepada siswa untuk mengemukakan argumentasinya tentang permasalahan dalam pembelajaran.
Di samping itu model pembelajaran lainnya yang dapat digunakan yaitu model pembelajaran Student Teams Achievement Devision (STAD). Dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa diberi kesempatan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen yang terdiri dari empat sampai lima orang siswa sehingga siswa dapat menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah secara bersama-sama, diharapkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa berani untuk mengemukakan pendapat/ide sehingga mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam kelas.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran tidak hanya dibutuhkan kompetensi guru yang memadai, tetapi juga didukung dengan media pembelajaran yang menarik. Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kerja siswa. Dengan media ini diharapkan dapat memunculkan keaktifan siswa dan dapat menambah variasi, motivasi, dan minat dalam proses pembelajaran.

B.     Rumusan masalah
1.     Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Learning, model pembelajaran cooperative tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa, dan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar siswa pada pokok pembahasan besaran dan satuan kelas x semester 1 SMAN 4 Sumbawa Tahun Ajaran 2013/2014
2.     Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Learning dan model pembelajaran cooperative tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa terhadap hasil belajar siswa
3.     Apakah hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan lembar kerja siswa lebih baik daripada model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan besaran dan satuan kelas x semester 1 SMAN 4 Sumbawa Tahun Ajaran 2013/2014.
C.     Tujuan
1.     Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Learning, model pembelajaran cooperative tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa, pada pokok pembahasan besaran dan satuan kelas x semester 1 SMAN 4 Sumbawa tahun ajaran 2013/2014 
2.     Untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan lembar kerja siswa lebih baik daripada model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan besaran dan satuan  kelas x semester 1 SMAN 4  sumbawa tahun ajaran 2013/2014
3.     Untuk mengetahui apakah hasil siswa yang mendapatkan model pembelajaran cooperative tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa lebih baik daripada model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan besaran dan satuan kelas x semester 1 tahun ajaran 2013/2014.
4. Memberikan motivasi dan dorongan kepada siswa untuk mengemukakan argumentasinya tentang permasalahan dalam pembelajaran.
5. Mengajarkan kepada siswa untuk berfikir logika, analitis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerja sama.



















BAB II
PEMBAHASAN

Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran.
Menurut Thobroni dan Mustofa (2011: 16), belajar merupakan aktivitas manusia yang sangat vital dan secara terus menerus akan dilakukan selama manusia tersebut masih hidup. Manusia tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia tidak dididik atau diajar oleh manusia lainnya.
Seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut memang dapat diamati dan berlaku dalam waktu yang relatif lama. Perubahan yang terjadi disertai usaha orang tersebut, sehingga orang tersebut dari tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya. Tanpa usaha, walaupun terjadi perubahan tingkah laku bukanlah belajar.Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu merupakan proses belajar, sedang perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar
Menurut Gagne, belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah (Suprijono, 2009: 2). Suatu kegiatan atau aktitas yang aktif dapat menyebabkan terjadinya perubahan kemampuan seseorang. Perubahan kemampuan yang ingin dicapai bukan hanya diperoleh dari pertumbuhan seseorang secara alamiah akan tetapi juga pertumbuhan yang dipengarihi oleh faktor-faktor lain, misalnya lingkungan.
Dari beberapa uraian pengertian belajar di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku yang akan membawa perubahan kearah yang lebih baik di dalam diri seseorang, sehingga akan memperoleh kondisi yang diharapkan. Perubahan bukan hanya diperoleh dari pertumbuhan secara alami, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, misalnya keluarga, lingkungan dan lain-lain.
Menurut Tan (dalam Rusman, 2010: 229), pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Strategi pembelajaran berbasis masalah adalah strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran. Pemikiran yang mendasari penggunaan pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang efektif tidak hanya menekankan pada penguasaan materi secara hapalan. Siswa harus terlibat secara psikologis dalam mencerna secara bermakna apa yang dipelajari.
Pembelajaran berbasis masalah dapat ditempuh melalui lima tahap sebagai berikut:
1)      Tahap 1: orientasi siswa kepada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan bahan-bahan yang dibutuhkan, serta memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2)             Tahap 2: mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3)             Tahap 3: membimbing penyelidikan, baik yang dilakukan secara individual maupun yang dilakukan secara kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya.
4)             Tahap 4: mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model, serta membantu mereka membagi tugas dan bekerjasama dengan temannya.
5)             Tahap 5: menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dari proses yang mereka gunakan (Tuan Guru: 2011).
Menurut Rusman (2010: 232-233) karakteristik  pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
1)             Permasalahan menjadi starting point dalam belajar;
2)             Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada didunia nyata yang tidak tersruktur;
3)             Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective);
4)             Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;
5)             Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;
6)             Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;
7)             Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
8)             Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;
9)             Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan
10)         PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah yang dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memcahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

1.     Model Pembelajaran Cooperative
Menurut Panitz (dalam Suprijono, 2009: 54) menyebutkan ada dua pembelajaran berbasis sosial, yaitu pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning), yang selanjutnya disingkat CL dan pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif diartikan sebagai falsafah mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesame. Sedangkan, pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas, meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Istilah kooperatif digunakan dalam tulisan ini karena maknanya lebih luas, yaitu menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam belajar dan mencakup pengertian kolaboratif.
Pembelajaran kooperatif (cooperative Learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2010: 202).
Menurut Nurhadi (dalam Thobroni dan Mustofa, 2011: 287) cooperative learning (CL) adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa) untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Hasil belajar yang diperoleh dalam CL tidak hanya berupa nilai-nilai akademis saja, tetapi juga nilai-nilai moral dan budi pekerti berupa rasa tanggung jawab pribadi, rasa saling menghargai, saling membutuhkan, saling memberi, dan saling menghormati keberadaan orang lain disekitar kita.
Kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Tidaklah cukup menunjukkan sebuah kooperatif jika para siswa duduk bersama di dalam kelompok-kelompok kecil tetapi menyelesaikan masalah secara sendiri-sendiri. Bukanlah kooperatif jika para siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan mempersilahkan salah seorang di antaranya untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan kelompok. Kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.
Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan, kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama. Mereka akan berbagi penghargaan tersebut seandainya mereka berhasil sebagai kelompok.
Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1)       Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup  
sepenanggungan bersama.
2)       Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
3)     Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4)      Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
5)      Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah /penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6)     Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7)      Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
              Pembelajaran kooperatif memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih dalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu. Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.
              Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif, pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyampaian informasi, sering kali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya, siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

2.      Student Teams Achievement Devision (STAD)
              Menurut Slavin (dalam Rusman, 2010: 213) model STAD (Student Ream Achievement Devisions) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut.
Lebih jauh Slavin memaparkan bahwa: “Gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru”. Jika siswa menginginkan kelompok mereka memperoleh hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajari pelajaran.
STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim (Slavin, 2008:143-146).
1)      Presentasi kelas. Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.
2)      Tim. Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila tim ada yang membuat kesalahan.
Tim adalah fitur yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya. Tim ini memberikan dukungan kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah untuk memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk akibat yang dihasilkan seperti hubungan antar kelompok, rasa harga diri, penerimaan terhadap siswa-siswa mainstream.
3)      Kuis. Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.
4)      Skor Kemajuan Individual. Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa diberikan skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama.Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.
5)     Rekognisi Tim. Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
Menurut Suprijono (2009: 133-134) langkah-langkah pembelajaran STAD yaitu:
1)      Membentuk kelompok yang anggotanya empat orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).
2)      Guru menyajikan pelajaran.
3)      Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai anggota dalam kelompok itu mengerti.
4)      Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5)      Memberi evaluasi.
6)      Kesimpulan.
3.      Lembar Kerja Siswa
Lembar kerja siswa (LKS) ialah lembar kerja yang berisi informasi dan perintah/instruksi dari guru kepada siswa untuk mengerjakan suatu kegiatan belajar dalam bentuk kerja, praktek, atau dalam bentuk penerapan hasil belajar untuk mencapai suatu tujuan. Suatu kegiatan belajar yang menggunakan LKS memberikan kesempatan penuh kepada siswa untuk mengungkapkan kemampuan dan keterampilan, didorong dan dibimbing berbuat sendiri untuk mengembangkan proses berpikirnya.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Makalah  ini dilatarbelakangi kurangnya partisipasi peserta didik kelas x Mata Pelajaran Fiska. Yang berdampak terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik. Tujuan makalah  ini untuk mendeskripsikan peningkatan partisipasi dan hasil belajar peserta didik kelas x dalam pembelajaran Fisika melalui model PBL di SMAN 4 Sumabawa. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan secara partisipan.
Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/maka peserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan.Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul. Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran

Saran
Kami Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu penulis menerima kritik maupun saran yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas makalah ini dan sebagai batu loncatan agar penulis dapat membuat makalah yang lebih berkualitas di masa yang akan datang.

           



















DAFTAR PUSTAKA

. 1990. Strategi Belajar Matematika. Malang; IKIP Malang Press. Hudoyo, Herman
Rusman, M.Pd. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta: Rajawali Pers
Edi Istiyono,M.Si 2005.Buku Mata Pelajaran Fisika SMA. Klaten: Intan Pariwara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Statistik Fisika - Skor Baku, Koefisien Variansi, Ukuran Kemiringan Data dan Ukuran Keruncingan data

Termodinamika - Persamaan Keadaaan Gas Ideal

Fisika Modern - Sifat Partikel Dari Gelombang