Teknik Penulisan Karya Ilmiah - Penerapan Metode Pembelajaran PBL (Problem Basic Learning) Dengan Mengunakan Metode (STAD) Dan Metode Cooperative Untuk Menigkatkan Berfikir Kritis Siswa Pada Pokok Pembahsan Besaran Dan Satuan Kelas X Semester 1 Sman 4 Sumbawa Tahun Ajaran 2013/2014
MAKALAH
PENERAPAN
METODE PEMBELAJARAN
PBL (problem basic learning) DENGAN MENGUNAKAN METODE (STAD) DAN METODE COOPERATIV UNTUK MENIGKATKAN BERFIKIR KRITIS SISWA PADA POKOK PEMBAHSAN
BESARAN DAN DAN SATUAN KELAS X SEMESTER 1 SMAN 4 SUMBAWA TAHUN AJARAN 2013/2014
Makalah ini diajukan
untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah teknik penulisan karya ilmiah
Yang dibimbing oleh ibu
Wahyu Wiji Astuti, Mpd.Si
Disusun oleh :
Nama
: Khusila Zulhadi
Npm :
11.01.03.0496
Prodi :
Fisika V A
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DA ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SAMAWA (UNSA)
SUMBAWA
BESAR
SEMESTER
GANJIL
2013/2014
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur saya
panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan, kesehatan
dan karunianya kepada saya yang tak terhingga jumlahnya sehingga saya
dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya. Makalah teknik
penulisan karya ilmiah ini yang membahas tentang Penerapan metode pembelajaran
PBL (program basic learning) dengan mengunakan metode (STAND) dan metode
konvensional untuk menigkatkan berfikir kiritis siswa pada pokok pembahasan besaran
dan turunan kelas X semester 1 SMAN 4 sumbawa tahun ajran 2013/2014 sesuai dengan jurusan yang saya ambil yaitu
jurusan fisika., tidak lupa saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada ibu Wahyu Wiji Astuti selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
arahan kepada saya untuk membuat makalah ini, ucapan terima kasih juga kami
ucapkan kepada orang tua dan kakak kandung saya yang telah memberikan fasilitas
kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Pepatah mengatakan “ tak ada gading
yang tak retak” sama halnya dengan makalah yang saya buat ini untuk itu saya
mohon maaf apabila terdapat kesalahan, walaupun demikian saya berharap karya
tulis ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca maupun bagi masyarakat
umum.
sumbawa, 3 Januari 2013
penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Pendidikan merupakan
instrument amat penting bagi setiap bangsa, khususnya bagi bangsa Indonesia
untuk meningkatkan daya saing dalam peraturan politik, ekonomi, hukum, budaya
dan pertahanan pada tata kehidupan masyarakat dunia. Selain itu pendidikan
merupakan salah satu upaya dalam rangka meningkatkan prestasi sumber daya
manusia yang berkualitas yang dapat menjunjung suksesnya pembangunan.
Keberhasilan suatu pembangunan tidak terlepas dari peran serta manusia sebagai
pelaksana pembangunan.
Salah satu masalah yang
dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan
berpikir. Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran (Sanjaya, 2006: 1).
Salah satu mata pelajaran yang patut diperhatikan dalam hal ini adalah Fisika .
Mata pelajaran Fisika merupakan mata
pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari pendidikan
dasar.
Pada kenyataannya
Fisika sering dianggap sebagai mata
pelajaran yang susah untuk dimengerti. Fisika
merupakan ilmu pengetahuan dengan objek kajian yang abstrak. Maksudnya
objek yang dipelajari dalam Fisika
adalah abstrak. Objek kajian Fisika
yang abstrak inilah yang merupakan salah satu penyebab sulitnya seorang
guru mengajarkan Fisika . Kesulitan tersebut berpengaruh terhadap hasil belajar
Fisika karena siswa menganggap
Fisika merupakan pelajaran yang sulit,
tidak menarik, membosankan bahkan menakutkan. Dalam mempelajari Fisika siswa harus aktif membangun pengetahuan baru
dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Dengan berpartisipasi
aktif, siswa akan mengalami, menghayati, dan menarik pelajaran dari aktifitas
yang dilakukan, sehingga hasil belajar mengajar tertanam secara lebih mendalam
pada diri siswa.
Tujuan umum dari
pembelajaran Fisika adalah berfikir
logika, analitis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerja sama. Pemecahan masalah
merupakan fokus dalam pembelajaran Fisika
yang artinya sebelum siswa belajar rumus-rumus harus melalui sesuatu
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang masalahnya bersifat tertutup
dan terbuka.
Oleh karena itu,
seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan
berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat serta
sesuai dengan taraf perkembangan siswa termasuk di dalamnya memanfaatkan
berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran.
Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang
tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru. Menurut Cooper (dalam
Sanjaya, 2006: 14-15) “A teacher is person charged with the responbility of
helping others to learn and to behave in new different ways. Itulah
sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusus
hasil proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keguruan.
Untuk mencapai tujuan
diatas dibutuhkan model pembelajaran yang sesuai, salah satunya adalah model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL). PBL merupakan suatu
pembelajaran yang mempunyai perbedaan dengan pembelajaran pada umumnya. Tujuan
dari pembelajaran berbasis masalah adalah menuntut guru memberikan motivasi dan
dorongan kepada siswa untuk mengemukakan argumentasinya tentang permasalahan
dalam pembelajaran.
Di samping itu model
pembelajaran lainnya yang dapat digunakan yaitu model pembelajaran Student
Teams Achievement Devision (STAD). Dengan pembelajaran kooperatif
tipe STAD siswa diberi kesempatan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil
yang heterogen yang terdiri dari empat sampai lima orang siswa sehingga siswa
dapat menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah secara bersama-sama,
diharapkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa berani
untuk mengemukakan pendapat/ide sehingga mampu meningkatkan aktivitas siswa
dalam kelas.
Untuk mencapai tujuan
pembelajaran tidak hanya dibutuhkan kompetensi guru yang memadai, tetapi juga
didukung dengan media pembelajaran yang menarik. Media pembelajaran yang
digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kerja siswa. Dengan media ini
diharapkan dapat memunculkan keaktifan siswa dan dapat menambah variasi,
motivasi, dan minat dalam proses pembelajaran.
B. Rumusan
masalah
1. Apakah
terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem
Based Learning, model pembelajaran cooperative tipe STAD berbantuan
lembar kerja siswa, dan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar
siswa pada pokok pembahasan besaran dan satuan kelas x semester 1 SMAN 4
Sumbawa Tahun Ajaran 2013/2014
2. Apakah
terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem
Based Learning dan model pembelajaran cooperative tipe STAD
berbantuan lembar kerja siswa terhadap hasil belajar siswa
3. Apakah
hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based
Learning berbantuan lembar kerja siswa lebih baik daripada model
pembelajaran konvensional pada pokok bahasan besaran dan satuan kelas x
semester 1 SMAN 4 Sumbawa Tahun Ajaran 2013/2014.
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mendapatkan model
pembelajaran Problem Based Learning, model pembelajaran cooperative
tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa, pada pokok pembahasan besaran dan
satuan kelas x semester 1 SMAN 4 Sumbawa tahun ajaran 2013/2014
2. Untuk
mengetahui apakah hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem
Based Learning berbantuan lembar kerja siswa lebih baik daripada model
pembelajaran konvensional pada pokok bahasan besaran dan satuan kelas x semester 1 SMAN 4 sumbawa tahun ajaran 2013/2014
3. Untuk
mengetahui apakah hasil siswa yang mendapatkan model pembelajaran cooperative
tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa lebih baik daripada model pembelajaran
konvensional pada pokok bahasan besaran dan satuan kelas x semester 1 tahun
ajaran 2013/2014.
4. Memberikan motivasi
dan dorongan kepada siswa untuk mengemukakan argumentasinya tentang
permasalahan dalam pembelajaran.
5. Mengajarkan kepada
siswa untuk berfikir logika, analitis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerja
sama.
BAB
II
PEMBAHASAN
Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam
kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat
pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan
masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta
memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan
pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan
yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran
berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan
masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam
kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja
dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Pembelajaran
berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang peserta
didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk
mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini
digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran
yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik
mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus
dipecahkan.Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya
pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan
masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta
didik dalam pencapaian materi pembelajaran.
Menurut Thobroni dan
Mustofa (2011: 16), belajar merupakan aktivitas manusia yang sangat vital dan
secara terus menerus akan dilakukan selama manusia tersebut masih hidup.
Manusia tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia tidak dididik atau diajar
oleh manusia lainnya.
Seseorang dikatakan
belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses
kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut
memang dapat diamati dan berlaku dalam waktu yang relatif lama. Perubahan yang
terjadi disertai usaha orang tersebut, sehingga orang tersebut dari tidak mampu
mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya. Tanpa usaha, walaupun terjadi
perubahan tingkah laku bukanlah belajar.Kegiatan dan usaha untuk mencapai
perubahan tingkah laku itu merupakan proses belajar, sedang perubahan tingkah
laku itu sendiri merupakan hasil belajar
Menurut Gagne, belajar
adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas.
Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan
seseorang secara alamiah (Suprijono, 2009: 2). Suatu kegiatan atau aktitas yang
aktif dapat menyebabkan terjadinya perubahan kemampuan seseorang. Perubahan
kemampuan yang ingin dicapai bukan hanya diperoleh dari pertumbuhan seseorang
secara alamiah akan tetapi juga pertumbuhan yang dipengarihi oleh faktor-faktor
lain, misalnya lingkungan.
Dari beberapa uraian
pengertian belajar di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku yang akan
membawa perubahan kearah yang lebih baik di dalam diri seseorang, sehingga akan
memperoleh kondisi yang diharapkan. Perubahan bukan hanya diperoleh dari
pertumbuhan secara alami, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, misalnya
keluarga, lingkungan dan lain-lain.
Menurut Tan (dalam
Rusman, 2010: 229), pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam
pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat
memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya
secara berkesinambungan.
Strategi pembelajaran
berbasis masalah adalah strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia
nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan
konsep esensial dari materi pelajaran. Pemikiran yang mendasari penggunaan
pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang efektif tidak hanya
menekankan pada penguasaan materi secara hapalan. Siswa harus terlibat secara
psikologis dalam mencerna secara bermakna apa yang dipelajari.
Pembelajaran berbasis
masalah dapat ditempuh melalui lima tahap sebagai berikut:
1)
Tahap
1: orientasi siswa kepada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan
bahan-bahan yang dibutuhkan, serta memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilih.
2) Tahap 2:
mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3) Tahap 3:
membimbing penyelidikan, baik yang dilakukan secara individual maupun yang
dilakukan secara kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalahnya.
4) Tahap 4:
mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model, serta membantu
mereka membagi tugas dan bekerjasama dengan temannya.
5) Tahap 5:
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dari proses yang mereka
gunakan (Tuan Guru: 2011).
Menurut Rusman (2010:
232-233) karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai
berikut:
1) Permasalahan
menjadi starting point dalam belajar;
2)
Permasalahan
yang diangkat adalah permasalahan yang ada didunia nyata yang tidak tersruktur;
3)
Permasalahan
membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective);
4)
Permasalahan,
menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang
kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam
belajar;
5)
Belajar
pengarahan diri menjadi hal yang utama;
6)
Pemanfaatan
sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi
merupakan proses yang esensial dalam PBM;
7)
Belajar
adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
8)
Pengembangan
keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan
isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;
9)
Keterbukaan
proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar;
dan
10)
PBM
melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Berdasarkan uraian di
atas, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya
masalah yang dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian
siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa
yang mereka perlu ketahui untuk memcahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih
masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong
berperan aktif dalam belajar.
1. Model
Pembelajaran Cooperative
Menurut Panitz (dalam
Suprijono, 2009: 54) menyebutkan ada dua pembelajaran berbasis sosial, yaitu
pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning), yang selanjutnya
disingkat CL dan pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif diartikan
sebagai falsafah mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesame.
Sedangkan, pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas, meliputi
semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru
atau diarahkan oleh guru. Istilah kooperatif digunakan dalam tulisan ini karena
maknanya lebih luas, yaitu menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam
belajar dan mencakup pengertian kolaboratif.
Pembelajaran kooperatif
(cooperative Learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang
bersifat heterogen (Rusman, 2010: 202).
Menurut Nurhadi (dalam
Thobroni dan Mustofa, 2011: 287) cooperative learning (CL) adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih
asuh (saling tenggang rasa) untuk menghindari ketersinggungan dan
kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Hasil belajar yang diperoleh
dalam CL tidak hanya berupa nilai-nilai akademis saja, tetapi juga nilai-nilai
moral dan budi pekerti berupa rasa tanggung jawab pribadi, rasa saling
menghargai, saling membutuhkan, saling memberi, dan saling menghormati
keberadaan orang lain disekitar kita.
Kooperatif mencakup
suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan
sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk
mencapai tujuan bersama. Tidaklah cukup menunjukkan sebuah kooperatif jika para
siswa duduk bersama di dalam kelompok-kelompok kecil tetapi menyelesaikan
masalah secara sendiri-sendiri. Bukanlah kooperatif jika para siswa duduk
bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan mempersilahkan salah seorang di
antaranya untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan kelompok. Kooperatif menekankan
pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah
tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.
Pembelajaran kooperatif
dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan, kooperatif. Siswa yang
bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dikehendaki
untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengoordinasikan
usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif,
dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu
penghargaan bersama. Mereka akan berbagi penghargaan tersebut seandainya mereka
berhasil sebagai kelompok.
Unsur-unsur dasar
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1) Siswa
dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup
sepenanggungan bersama.
2) Siswa bertanggung jawab
atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
3) Siswa
haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang
sama.
4)
Siswa
haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota
kelompoknya.
5)
Siswa
akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah /penghargaan yang juga akan
dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6) Siswa
berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama
selama proses belajarnya.
7)
Siswa
diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif.
Pembelajaran kooperatif memberikan
keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas kerja bersama
menyelesaikan tugas-tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi
siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang
memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa
kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan
sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih dalam tentang hubungan ide-ide yang
terdapat di dalam materi tertentu. Tujuan penting lain dari pembelajaran
kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan
kolaborasi.
Terdapat enam langkah utama atau
tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif, pelajaran
dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk
belajar. Fase ini diikuti oleh penyampaian informasi, sering kali dengan bahan
bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya, siswa dikelompokkan ke dalam
tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja
bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran
kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi
tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap
usaha-usaha kelompok maupun individu.
2.
Student Teams Achievement Devision (STAD)
Menurut Slavin (dalam Rusman,
2010: 213) model STAD (Student Ream Achievement Devisions) merupakan
variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Dalam STAD, siswa
dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis
kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan siswa-siswa di dalam
kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran
tersebut.
Lebih jauh Slavin
memaparkan bahwa: “Gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar
saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang
diajarkan guru”. Jika siswa menginginkan kelompok mereka memperoleh hadiah,
mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajari pelajaran.
STAD terdiri dari lima
komponen utama, yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual,
dan rekognisi tim (Slavin, 2008:143-146).
1)
Presentasi kelas.
Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas.
Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau
diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan
presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa
hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit
STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar
memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan
sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan
skor tim mereka.
2)
Tim. Tim terdiri dari
empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja
akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah
memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya
lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan
baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari
lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran
itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan
mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila tim ada yang membuat kesalahan.
Tim adalah fitur yang
paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat
anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang
terbaik untuk membantu tiap anggotanya. Tim ini memberikan dukungan kelompok
bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah untuk
memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk akibat yang
dihasilkan seperti hubungan antar kelompok, rasa harga diri, penerimaan
terhadap siswa-siswa mainstream.
3)
Kuis. Setelah sekitar satu
atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua
periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa
tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga tiap
siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.
4)
Skor Kemajuan Individual.
Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap
siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat
dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat
memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini,
tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka yang
terbaik. Tiap siswa diberikan skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata
kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama.Siswa
selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat
kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.
5)
Rekognisi Tim. Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan
yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim
siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat
mereka.
Menurut Suprijono
(2009: 133-134) langkah-langkah pembelajaran STAD yaitu:
1)
Membentuk
kelompok yang anggotanya empat orang secara heterogen (campuran menurut
prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).
2)
Guru
menyajikan pelajaran.
3)
Guru
memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.
Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai
anggota dalam kelompok itu mengerti.
4)
Guru
memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak
boleh saling membantu.
5)
Memberi
evaluasi.
6)
Kesimpulan.
3.
Lembar Kerja Siswa
Lembar kerja siswa
(LKS) ialah lembar kerja yang berisi informasi dan perintah/instruksi dari guru
kepada siswa untuk mengerjakan suatu kegiatan belajar dalam bentuk kerja,
praktek, atau dalam bentuk penerapan hasil belajar untuk mencapai suatu tujuan.
Suatu kegiatan belajar yang menggunakan LKS memberikan kesempatan penuh kepada
siswa untuk mengungkapkan kemampuan dan keterampilan, didorong dan dibimbing
berbuat sendiri untuk mengembangkan proses berpikirnya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Makalah ini dilatarbelakangi kurangnya partisipasi
peserta didik kelas x Mata Pelajaran Fiska. Yang berdampak terhadap rendahnya
hasil belajar peserta didik. Tujuan makalah ini untuk mendeskripsikan peningkatan
partisipasi dan hasil belajar peserta didik kelas x dalam pembelajaran Fisika
melalui model PBL di SMAN 4 Sumabawa. Jenis penelitian ini adalah
Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan secara partisipan.
Dengan PBL akan terjadi
pembelajaran bermakna. Peserta didik/maka peserta didik yang belajar memecahkan
suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau
berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna
dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di mana
konsep diterapkan.Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan
dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.PBL
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta
didik didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Sebelum memulai proses
belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk
mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta
mencatat masalah-masalah yang muncul. Setelah itu tugas guru adalah meransang
peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas
guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan
mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.Memanfaatkan lingkungan peserta
didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat
dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah,
keluarga dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik
diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang
dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan
peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan
dasar dan materi pembelajaran
Saran
Kami Penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan. Oleh
karena itu penulis menerima kritik maupun saran yang bersifat membangun untuk
lebih meningkatkan kualitas makalah ini dan sebagai batu loncatan agar penulis
dapat membuat makalah yang lebih berkualitas di masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
.
1990. Strategi Belajar Matematika. Malang; IKIP Malang Press. Hudoyo,
Herman
Rusman,
M.Pd. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta:
Rajawali Pers
Edi
Istiyono,M.Si 2005.Buku Mata Pelajaran Fisika SMA. Klaten: Intan
Pariwara.
Komentar
Posting Komentar